Pengantar Pariwisata
PENGANTAR PARIWISATA
Dampak pariwisata terhadap pembangunan daerah dan
tumbuhnya sektor lain
Disusun oleh :
Dewi Komalasari
Dini Nuraeni
Fadhilah Ikrima
Nima Siti Fathonah
XI. Busana
SMK NEGERI 2 BALEENDAH
JL.RAA.WIRANATA KUSUMAH NO.11
2015
Pembangunan Daerah
PEMBANGUNAN DAERAH
Definisi Pembangunan Ekonomi
Seringkali istilah pembangunan ekonomi di samakan
dengan istilah pertumbuhan ekonomi. Sebenarnya kedua istilah itu memiliki arti
yang sedikit berbeda. Kalau pertumbuhan ekonomi lebih mengarah kepada suatu
tingkat perkembangan suatu Negara yang diukur melalui presentasi pertambahan
pendapatan nasional riil. Maka pembagunan ekonomi ialah pertumbuhan ekonomi
yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonominya. Dalam
hal ini, dalam mengatrikan istilah pembangunan nasional, ahli ekonomi bukan
hanya tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil saja tetapi
juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi. Misalnya masalah pembangunan dan
pengembangan daerah misalnya ialah dengan merombak sector pertanian yang
tradisional menjadi modern. Dan yang akan dibahas dalam pembahasan kali ini
menitik beratkan pada masalah pembangunan daerah.
Definisi Pembangunan Daerah
Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha yan g
sistematik dari pelbagai pelaku, baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok
masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling
ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, social ekonomi dan aspek lingkungan
lainnya sehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat
daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan. Hal ini dapat ditempuh dengan
cara:
·
Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah.
·
Merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah
·
Menyusun konsep straregi bagi pemecahan masalah (solusi)
·
Melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tesedia
Tujuan Pembangunan Daerah
Tujuan dilakukannya pembangunan daerah diantaranya
ialah:
·
Mengurangi disparsi atauy ketimpangan pembangunan antara daerah dan sub daerah
serta antara warga masyarakat
(pemerataan dan keadilan).
·
Memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan
·
Menciptakan atau menambah lapangan kerja.
·
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
·
Mempertahankan atau menjaga kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat bagi
generasi sekarang dan generasi berkelanjutan.
Masalah Pembangunan Daerah di Negara Berkembang
Beberapa masalah yang menghambat terwujudnya
pembangunan di Negara berkembang diantaranya adalah:
·
System pertanian yang masih tradisional
Terbatasnya modal, pengetahuan, infrastruktur
pertanian, dan aplikasi teknologi modern dalam kegiatan pertanian menyebabkan
sector ini menjadi sangat rendah produktivitasnya dan seterusnya mengakibatkan
tingkat pendapatan para petani tidah banyak bedanya tingkat subsisten.
·
Kurangnya Dana Modal dan Modal Fiskal
Kekurangan modal adalah salah satu cirri penting dari
setiap negara yang memulai pembangunan.dan kekurangan ini bukan saja mengurangi
kepesatan pembangunan perekonomian yang dapat dilaksanakan, tetapi juga
menyebabkan kesukaran terhadap Negara tersebut untuk keluar dari keadaan
kemiskinan.
·
Peranan Tenaga Terampil dan Berpendidikan
Tersedianya modal saja belum cukup untuk memodernkan
suatu perekonomian. Pelaksananya harusa ada. Dengan kata lain dibutuhkan
berbagai golongan tenaga kerja yang terdidik.
·
Pesatnya Perkembangan Penduduk
Penduduk yang pesat di suatu Negara juga menjadi
penghambat terealisasinya pembangunan nasional. Sehingga yang harus dilakukan
adalah menghambat tingkat pertumbuhan penduduk yang pesat tersewbut. Salah
satunya ialah dengan mencanangkan program keluarga berencana.
Kebijakan Mempercepat Pembangunan
·
Kebijakan diversifasi kegiatan ekonomi
·
Mengembangkan infrastruktur
·
Meningkatkan tabungan dan investasi
·
Meningkatkan taraf pendidikan masyarakat
·
Mengembangkan institusi yang mendorong pembangunan
·
Merumuskan dan melaksanakan perencanaan ekonomi
Dampak Dampak Pembangunan
Dampak
adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas. Aktivitas
tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik maupun biologi (Soemarwoto,
2001). Aktifitas pembangunan akan menghasilkan dampak, baik pada manusia
ataupun lingkungan hidup. Dampak terhadap manusia yakni meningkat atau
menurunnya kualitas hidup manusia, sedangkan dampak bagi lingkungan yakni
meningkat atau menurunnya daya dukung alam yang akan mendukung kelangsungan
hidup manusia (Wardhana, 2001).
Identifikasi
dampak merupakan langkah yang sangat penting. Langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam mengidentifikasi dampak adalah:
a) menyusun berbagai dampak yang menonjol yang diperkirakan akan timbul, dan b) menuliskan semua aktivitas pembangunan yang menimbulkan dampak sebagai sumber dampak (Fandeli, 2004). |
Pembangunan
merupakan upaya sadar untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya, guna
meningkatkan mutu kehidupan rakyat (Kuncoro, M, 2003). Sedangkan menurut Tadaro
dalam (Munir, 2002) menyatakan bahwa pembangunan merupakan proses menuju
perbaikan taraf kehidupan masyarakat secara menyeluruh dan bersifat dinamis.
Suatu kota dikembangkan berdasarkan pada potensi yang dimiliki oleh kota tersebut. Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan suatu kekuatan yang terbentuk akibat kedudukan kota dalam konstelasi regional atau wilayah yang lebih luas, sehingga memiliki kemampuan untuk menarik perkembangan dari daerah sekitarnya. Faktor internal adalah kekuatan suatu kota untuk berkembang dan ditentukan oleh keuntungan letak geografis (fungsi kota).
Reksohadiprojo (2001), menyatakan bahwa perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi. Beberapa aspek yang dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan suatu kota, yaitu:
Suatu kota dikembangkan berdasarkan pada potensi yang dimiliki oleh kota tersebut. Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan suatu kekuatan yang terbentuk akibat kedudukan kota dalam konstelasi regional atau wilayah yang lebih luas, sehingga memiliki kemampuan untuk menarik perkembangan dari daerah sekitarnya. Faktor internal adalah kekuatan suatu kota untuk berkembang dan ditentukan oleh keuntungan letak geografis (fungsi kota).
Reksohadiprojo (2001), menyatakan bahwa perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi. Beberapa aspek yang dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan suatu kota, yaitu:
- Perkembangan
penduduk perkotaan menunjukan pertumbuhan dan intensitas kegiatan kota,
- Kelengkapan
fasilitas yang disediakan oleh kota dapat menunjukan adanya tingkat
pelayanan bagi masyarakatnya,
- Tingkat
investasi yang hasilnya dapat menunjukan tingkat pertumbuhan kota hanya
dapat tercapai dengan tingkat ekonomi yang tinggi.
Perkembangan kota juga dapat ditinjau dari peningkatan aktivitas kegiatan sosial ekonomi dan pergerakan arus mobilitas penduduk kota yang pada gilirannya menuntut kebutuhan ruang bagi permukiman, karena dalam lingkungan perkotaan, perumahan menempati persentase penggunaan lahan terbesar dibandingkan dengan penggunaan lainnya, sehingga merupakan komponen utama dalam pembentukan struktur suatu kota (Yunus, 2000).
A. Aspek Fisik
Dampak dari upaya pengembangan suatu kota yang dilakukan berdasarkan pada peran dan fungsi kota melalui suatu kebijakan pembangunan kota pada aspek fisik dapat meliputi meningkatnya intensitas penggunaan lahan kota, meningkatnya penyediaan sarana dan prasarana kota, serta menurunnya kualitas lingkungan kota (Bintarto dalam Khairuddin, 2000).
A.1. Penggunaan Lahan
Suatu kota yang berdasarkan fungsi ditetapkan sebagai kawasan pengembangan industri melalui kebijakan pengembangan kota, akan membutuhkan lahan yang digunakan sebagai lahan industri, lahan permukiman, lahan untuk sarana dan parasarana kota sebagai pendukung (Jayadinata, 1992).
Sebagai kota industri, lahan untuk industri serta kegiatan pendukungnya harus disediakan dalam bentuk terpusat atau terpisah-pisah. Selaras dengan perkembangan kota dan aktivitas penduduknya maka lahan di kota terpetak-petak sesuai dengan peruntukannya. Jayadinata (1992), mengemukakan bahwa tata guna tanah perkotaan menunjukkan pembagian dalam ruang dan peran kota. Sedangkan menurut Sandy (1977), dikatakan bahwa penggunaan lahan perkotaan diklasifikasikan sebagai berikut: a) lahan permukiman, meliputi perumahan termasuk pekarangan dan lapangan olah raga, b) lahan jasa, meliputi perkantoran pemerintah dan swasta, sekolahan, puskesmas dan tempat ibadah, c) lahan perusahaan yang meliputi pasar, toko, kios dan tempat hiburan, dan d) lahan industri yang meliputi pabrik dan percetakan.
Chappin (1979), menyatakan bahwa pada dasarnya penggunaan lahan berkaitan dengan sistim aktivitas antara manusia (individu dan rumah tangga) dan aktivitas institusi (swasta dan lembaga pemerintah) yang masing-masing berbeda dalam kepentingan sehingga mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan dalam suatu kota. Perkembangan kota secara fisik dapat dicirikan dari pertambahan penduduknya yang semakin padat, bangunan yang semakin rapat dan wilayah terbangun, terutama permukiman yang cenderung meluas, serta lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial ekonomi.
Perkembangan kota menurut Bintarto (dalam Khairuddin, 2000), mempunyai dua aspek pokok yakni aspek yang menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki oleh warga kota dan kemudian menyangkut perluasan kota. Aspek perubahan yang dikehendaki oleh warga kota lebih merupakan pemenuhan kebutuhan prasarana dan fasilitas hidup di kota. Pembangunan perkotaan umumnya sangat menekankan pada segi fisik, seperti pembangunan prasarana kota dan perluasan wilayah kota.
Faktor yang bersifat ekonomi merupakan penyebab terpenting dari timbulnya urbanisasi dan perkembangan kota. Perkembangan ekonomi di suatu kota akan menimbulkan multi efek terhadap bidang lainnya, seperti tumbuhnya industri pendukung, transportasi, jasa-jasa, perumahan dan fasilitas kota yang kesemuanya membutuhkan ruang yang tidak sedikit Sutanto (1977), menyatakan bahwa penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi: a) lahan permukiman, b) lahan perdagangan/jasa, c) lahan pertanian, d) lahan industri, e) lahan rekreasi, f) lahan ibadah dan g) lahan lainnya.
A.2. Sarana dan Prasarana
Usaha untuk memperbaiki kondisi lingkungan sebagai tempat hidup manusia yang layak akan bertitik tolak pada pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana. Karena kurangnya penyediaan sarana dan prasarana tersebut, maka diperlukan adanya peningkatan dan jumlah sesuai dengan kebutuhan. Sarana dan prasarana tersebut meliputi perumahan, air minum, listrik, fasilitas pendidikan, fasilitas sosial lainnya dan jaringan jalan (Ilhami, 1988).
Menurut Organisation for Economic Coorporation and Development (dalam Sihono, 2003), komponen dari prasarana perkotaan terdiri dari tujuh macam yaitu air bersih, drainase, air kotor/sanitasi, sampah, jalan kota, jaringan listrik dan jaringan telepon dimana tiap-tiap komponen mempunyai karakteristik yang berbeda.
Untuk menunjang kegiatan utama disektor industri, maka pemerintah juga harus menyediakan sarana dan prasarana berupa infrastruktur yang memadai. Muliono (2001), menyatakan bahwa penyediaan sarana dan prasarana yang lengkap berperan penting dalam usaha menarik investasi pada suatu daerah. Prasarana kota tersebut mencakup jaringan jalan, pelabuhan laut, bandara, air bersih, listrik, dan telekomunikasi.
A.3. Lingkungan Hidup
Perkembangan Pulau Batam sebagai daerah industri telah memacu perkembangan kegiatan pembangunan disektor lainnya. Kegiatan tersebut antara lain adalah dengan tumbuh pesatnya kawasan industri, permukiman, perdagangan dan penyediaan fasum serta fasos bagi penduduk Pulau Batam. Wardhana (2001), menyatakan perkembangan industri yang pesat ternyata membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya dapat meningkatkan kualitas hidup manusia namun dampak negatifnya dapat menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup baik manusia maupun lingkungan.
Setiap proses pembangunan tentu akan mempengaruhi keseimbangan lingkungan (Tjahyadi dalam Supriyanta, 2002). Pembangunan yang semakin meningkat akan mendesak sumber daya dan ruang. Akibatnya dalam penggunaan ruang dan lahan untuk kegiatan pembangunan banyak menimbulkan berbagai masalah seperti:
- Menurunnya
mutu lingkungan hidup karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuan daya dukung alam atau pemanfaatan yang berlebihan dan bahkan
merusak, baik dalam jangka pendek maupun panjang,
- Banyak
kawasan yang seharusnya berfungsi lindung dimanfaatkan untuk
kegiatan-kegiatan yang mengganggu fungsi lindung tersebut,
- Adanya
benturan kepentingan dalam penggunaan lahan, karena beberapa pihak
sama-sama merasa lebih berhak menggunakan kawasan tersebut,
- Adanya
perkembangan kota dan permukiman baru yang tak terkendali telah
menimbulkan permasalahan di kawasan itu maupun kawasan lain.
Walaupun pembangunan diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah, namun pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan dapat dan telah mempunyai dampak negatif terhadap perobahan rona lingkungan. Pencemaran dan pengrusakan lingkungan adalah dua resiko yang tidak dapat dihindari dalam rangka menjalankan pembangunan. Wardhana (2001), menyatakan bahwa proses pembangunan dan industrialisasi yang dilaksanakan, secara meluas telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pencemaran lingkungan, polusi udara, kerusakan hutan, pencemaran air, bencana alam dan lain-lain merupakan efek samping dari hasil pembangunan tersebut.
Moeljarto dalam Kuncoro (2003), menjelaskan keberhasilan paradigma pembangunan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat negatif. Momentum pembangunan yang dicapai dengan pengorbanan pada aspek ekologis, penyusutan sumber daya, timbulnya kesenjangan sosial dan tingkat dependensi.
Pertumbuhan kota dengan diiringi penduduk yang besar bagaimanapun akan membutuhkan area yang lebih besar, sehingga akan menimbulkan permasalahan dengan alam. Pembangunan kota harus memperhatikan alam dan lingkungan sebagaimana konsep E. Howard dengan Garden City-nya. Kota besar bukanlah tempat yang cocok untuk tempat tinggal jika persoalan lingkungan diabaikan, karena bagaimanapun alam merupakan unit terpenting bagi kelangsungan aktivitas kota (Salim, 1997).
Dalam pengelolaan lingkungan pandangan kita bersifat antroposentris, yaitu melihat permasalahan dari sudut kepentingan manusia. Walaupun unsur lain juga diperhatikan, namun perhatian itu secara eksplisit dan implisit dihubungkan dengan kepentingan manusia (Soemarwoto, 2001).
Yang mencemaskan adalah bahwa penyusutan luas dan rusaknya hutan nampaknya tidak menimbulkan kerisauan yang mendalam dikalangan masyarakat luas dan terus berjalan, walaupun ada protes dari kalangan tertentu, khususnya LSM (Soemarwoto, 2001). Beliau juga menyatakan bahwa suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa kawasan yang dilindungi umumnya masih dinilai rendah, sekalipun keuntungan semata mata adalah sebanding atau mungkin lebih bila dibandingkan dengan pola penggunaan tanah lainnya.
B. Aspek Sosial
B.1. Penduduk
Pertambahan penduduk biasanya dikaitkan dengan tingginya arus urbanisasi yang masuk kedaerah tersebut. Khairuddin (2000), menyatakan bahwa urbanisasi selain berdampak positif juga berdampak negatif. Dampak positif dari urbanisasi itu diantaranya:
1) urbanisasi merupakan faktor penting dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,
2) urbanisasi merupakan suatu cara untuk
menyerap pengetahuan dan kemajuan yang ada di kota,
3) urbanisasi yang menyebabkan terjadinya
perkembangan kota. Urbanisasi juga menimbulkan dampak negatif. Urbanisasi telah
menimbulkan kelebihan penduduk sehingga melebihi daya tampung kota.
Permasalahan ini akan berkembang pada sektor kehidupan lainnya, seperti
perumahan, pencemaran lingkungan, penganguran, kriminalitas dan sebagainya,
sehingga menimbulkan persoalan yang semakin rumit dan saling berkaitan satu
sama lain.
Tingginya kepadatan penduduk akan menimbulkan masalah daya dukung kota dalam bentuk tidak seimbangnya antara ruang/tanah yang dibutuhkan dengan penduduk yang ada. Masalah permukiman selanjutnya merupakan salah satu sebab timbulnya lingkungan hidup yang tidak sehat, berupa permukiman liar dan perkampungan kumuh (slum).
Tingginya kepadatan penduduk akan menimbulkan masalah daya dukung kota dalam bentuk tidak seimbangnya antara ruang/tanah yang dibutuhkan dengan penduduk yang ada. Masalah permukiman selanjutnya merupakan salah satu sebab timbulnya lingkungan hidup yang tidak sehat, berupa permukiman liar dan perkampungan kumuh (slum).
Mencirikan daerah slum ini sebagai berikut:
1) didiami oleh warga kota yang gagal dalam
bidang ekonomi,
2)
lingkungan yang tidak sehat,
3) banyak
didiami oleh penganggur
4) penduduk daerah ini emosinya tidak stabil,
dan
5) penduduk daerah ini dihinggapi oleh banyak
kebiasaan yang bersifat negatif.
Todaro (dalam Kuncoro, 2003), menyatakan bahwa ketimpangan ekonomi antara daerah asal dengan daerah tujuan menjadi penyebab timbulnya migrasi, sehingga terdapat kaitan erat antara migrasi dan aspek ekonomi, khususnya migrasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencari pekerjaan.
Pembangunan telah memunculkan berbagai aktivitas ekonomi ikutan (sektor informal), terutama di wilayah perkotaan dan dampak dari perkembangan tersebut menyebabkan timbulnya permasalahan kependudukan, permukiman, penataaan lingkungan perkotaan dan lahan hijau (Kuncoro, 2003). Apabila permasalahan pembangunan di wilayah perkotaan tergambar dari dampak ikutan dari pembangunan itu sendiri seperti terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi, penyediaan utilitas publik dan lapangan kerja, berkembangnya permukiman liar dan sektor informal yang tidak tertata, degradasi lahan tangkapan air hujan dan ekosistem lainnya, merangsang terjadinya lonjakan angka kriminalitas dan kemungkinan konflik berbasis ekonomi dan sosial.
Ada dua pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penduduk pada pembangunan. Pertama adalah pandangan pesimis yang berpendapat pertumbuhan penduduk yang pesat dapat mendorong terjadinya pengurasan sumberdaya, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran ekologis yang kemudian dapat memunculkan masalah sosial. Kedua adalah pandangan optimis yang berpendapat penduduk adalah aset yang memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan promosi teknologi dan institusional sehingga dapat mendorong perbaikan kondisi sosial (Thomas dalam Kuncoro, 2003).
Peningkatan jumlah penduduk juga mendorong adanya perluasan investasi karena adanya kebutuhan perumahan yang semakin besar dan juga kebutuhan yang bersifat umum seperti penyedian sarana prasarana serta berbagai fasilitas sosial dan fasilitas umum..
B.2. Tenaga Kerja
Kemajuan pembangunan di Pulau Batam telah memberi dampak positif berupa peluang berusaha yang mempengaruhi pula aspek sosial dan ketenagakerjaan. Sukirno (dalam Khairuddin, 2000) menyatakan bahwa dilihat dari sisi peluang, pertumbuhan ekonomi telah menciptakan banyaknya peluang usaha baru bagi masyarakat. Namun permasalahan juga muncul akibat daya pikat ekonomi yang mendorong migrasi tenaga kerja dari luar yang tidak selalu dibekali keahlian yang memadai.
Arsyad (1999), mengatakan pertambahan penduduk akan menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya pembangunan yang dilakukan karena pertambahan penduduk yang tinggi akan menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan kemampuan dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru sangat terbatas. Keadaan ini akan menyebabkan jumlah pengangguran yang semakin lama semakin serius.
Todaro (dalam Kuncoro, 2003), menyatakan bahwa ketimpangan ekonomi antara daerah asal dengan daerah tujuan menjadi penyebab timbulnya migrasi, sehingga terdapat kaitan erat antara migrasi dan aspek ekonomi, khususnya migrasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencari pekerjaan.
Pembangunan telah memunculkan berbagai aktivitas ekonomi ikutan (sektor informal), terutama di wilayah perkotaan dan dampak dari perkembangan tersebut menyebabkan timbulnya permasalahan kependudukan, permukiman, penataaan lingkungan perkotaan dan lahan hijau (Kuncoro, 2003). Apabila permasalahan pembangunan di wilayah perkotaan tergambar dari dampak ikutan dari pembangunan itu sendiri seperti terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi, penyediaan utilitas publik dan lapangan kerja, berkembangnya permukiman liar dan sektor informal yang tidak tertata, degradasi lahan tangkapan air hujan dan ekosistem lainnya, merangsang terjadinya lonjakan angka kriminalitas dan kemungkinan konflik berbasis ekonomi dan sosial.
Ada dua pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penduduk pada pembangunan. Pertama adalah pandangan pesimis yang berpendapat pertumbuhan penduduk yang pesat dapat mendorong terjadinya pengurasan sumberdaya, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran ekologis yang kemudian dapat memunculkan masalah sosial. Kedua adalah pandangan optimis yang berpendapat penduduk adalah aset yang memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan promosi teknologi dan institusional sehingga dapat mendorong perbaikan kondisi sosial (Thomas dalam Kuncoro, 2003).
Peningkatan jumlah penduduk juga mendorong adanya perluasan investasi karena adanya kebutuhan perumahan yang semakin besar dan juga kebutuhan yang bersifat umum seperti penyedian sarana prasarana serta berbagai fasilitas sosial dan fasilitas umum..
B.2. Tenaga Kerja
Kemajuan pembangunan di Pulau Batam telah memberi dampak positif berupa peluang berusaha yang mempengaruhi pula aspek sosial dan ketenagakerjaan. Sukirno (dalam Khairuddin, 2000) menyatakan bahwa dilihat dari sisi peluang, pertumbuhan ekonomi telah menciptakan banyaknya peluang usaha baru bagi masyarakat. Namun permasalahan juga muncul akibat daya pikat ekonomi yang mendorong migrasi tenaga kerja dari luar yang tidak selalu dibekali keahlian yang memadai.
Arsyad (1999), mengatakan pertambahan penduduk akan menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya pembangunan yang dilakukan karena pertambahan penduduk yang tinggi akan menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan kemampuan dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru sangat terbatas. Keadaan ini akan menyebabkan jumlah pengangguran yang semakin lama semakin serius.
Tood (dalam
Bahrum, 1995), menyatakan keberadaan pusat industri pada suatu wilayah perlu
memperhatikan berkembangnya lapangan kerja lain (non industri) secara tak
langsung karena jumlah tenaga kerja langsung biasanya jauh lebih kecil dari
tenaga kerja tak langsung. Ciri tenaga kerja tak langsung tersebut adalah
lapangan kerja sektor informal. Untuk itu industrialisasi di Pulau Batam
idealnya penciptaan lapangan kerja tidak langsung baru tumbuh apabila terdapat
kaitan antara industri baik kaitan ke depan maupun kaitan ke belakang.
B.3. Masalah Sosial
Disamping kerusakan lingkungan yang bersifat biofisik terdapat pula kerusakan lingkungan sosial budaya. Orang desa yang bermigrasi ke kota biasanya mempunyai pendidikan yang rendah dan tidak terampil sehingga mereka susah untuk ditampung bekerja dengan upah layak sehingga tidak sedikit dari mereka yang terperangkap kedalam profesi prostitusi. Pengangguran, kurang makan dan prostitusi merupakan media yang subur untuk berkembangnya kejahatan (Soemarwoto, 2001).
Idealnya sebelum aktivitas pembangunan di Pulau Batam berkembang pesat, perlu penyiapan masyarakat lokal baik dalam upaya merebut lapangan kerja, memasarkan produksi dan menangkal dampak negatif dari industrialisasi, karena bagaimanapun juga proses industrialisasi juga memuat problemnya sendiri seperti munculnya penyakit sosial yang terus tumbuh dan berkembang seperti pelacuran, penggunaan narkoba dan perjudian (Bahrum, 1995).
C. Aspek Ekonomi
C.1. Pertumbuhan Ekonomi
Kuncoro (2003), mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang merupakan indikator keberhasilan suatu pembangunan seringkali digunakan untuk mengukur kualitas hidup manusia, sehingga semakin tinggi nilai pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi pula taraf hidup manusia. Sedangkan (Arsyad, 1999) mengatakan bahwa pendapatan per kapita digunakan sebagai indikator pembangunan selain untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi antara negara maju dengan negara sedang berkembang. Dengan kata lain pendapatan per kapita selain bisa memberikan gambaran laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat diberbagai negara juga dapat menggambarkan perubahan corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi diantara berbagai negara.
Arsyad (1999), juga mengatakan bahwa faktor ekonomi juga mempunyai kontribusi yang besar dalam menjadikan suatu kota kecil menjadi kota besar karena pertumbuhan ekonomi suatu kota tentu saja tidak terlepas dari potensi dan aktivitas ekonomi yang berjalan di kota tersebut.
Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Jadi tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk menaikkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas (Irawan dan Suparmoko, 2002).
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong pula tumbuhnya pola hidup yang konsumtif. Kekayaan materi tidak saja untuk memenuhi kepentingan hidup tapi juga menjadi simbol status sosial. Dengan semakin tingginya tingkat konsumsi manusia, makin banyak sumberdaya yang diperlukan untuk menopang pola hidup itu (Soemarwoto, 2001).
Jamaludin, A (1997), mengatakan bahwa perkembangan ekonomi suatu daerah umumnya ditunjukkan oleh indikator ekonomi makro, yaitu perubahan PDRB dari tahun ketahun guna mengetahui pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu daerah, dan kemudian beliau juga berpendapat bahwa perkembangan perekonomian juga akan menyebabkan peningkatan pendapatan dari hasil pajak.
Suatu hal yang mungkin sangat sulit untuk dipisahkan adalah, bahkan mungkin tidak bisa adalah hubungan antara pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu banyak ahli, terutama mereka yang mempunyai pendekatan pertumbuhan (growth) menganggap bahwa pembangunan itu sendiri sesungguhnya adalah pertumbuhan ekonomi (Tjokroamidjojo dalam Khairuddin, 2000).
Pembangunan ekonomi tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi, namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi dari pembangunan tersebut. Ini dapat diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal usaha, perhatian pada sektor informal dan ekonomi lemah (Kuncoro, 2003). Pembangunan ekonomi juga akan menimbulkan multiplier effect terhadap bidang perekonomian lainnya, seperti tumbuhnya industri-industri pendukung, transportasi, jasa-jasa untuk melayani pertumbuhan ekonomi.
C.2. Pemerataan Ekonomi
Kuncoro (2003), menyatakan bahwa proses pembangunan pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namun lebih dari itu pembangunan mempunyai perspektif yang lebih luas. Dalam proses pembangunan selain mempertimbangkan aspek pertumbuhan dan pemerataan juga mempertimbangkan dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Dalam pembangunan di bidang ekonomi, yang harus dimaknai adalah tidak hanya mencakup pertumbuhan ekonomi tetapi juga adanya pemerataan pendapatan (Sumodiningrat, 2001). Dengan demikian pembangunan ekonomi tersebut akan lebih mampu menyinambungkan pembangunan dengan memberikan dampak jangka panjang yang lebih positif.
Ketidakmerataan dalam distribusi pembangunan akan membawa implikasi pada social cost seperti keresahan dan kecemburuan sosial, misalnya pembagian pendapatan yang sangat senjang tidak hanya mempunyai konsekuensi ekonomi tapi juga sosial bahkan fisik. Berbagai upaya pemerataan yang akan diusahakan misalnya melalui redistribution with growth atau redistribution before growth merupakan suatu alternatif yang harus dipilih. Pemerintah tidak boleh hands off. Tanpa campur tangan dan political will yang kuat maka sukar untuk mengarahkan pembangunan merata kesemua daerah. Strategi pembangunan apapun yang dianut suatu negara, maka menggunakan tujuan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seharusnya aspek pemerataan tidak perlu disingkirkan (Pareto dalam Bahrum, 1995).
Salah satu ketimpangan yang terjadi di Indonesia saat ini menurut Kuncoro (2003), bahwa distribusi pendapatan dan hasil pembangunan secara nasional masih belum merata pada setiap daerah. Hal ini memberikan dampak terhadap masyarakat pada suatu daerah yang kurang memperoleh distribusi pendapatan, sehingga menimbulkan perbedaan pertumbuhan antar daerah dan masyarakat tersebut.
Salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Kuncoro, 2003). Ia juga mengatakan kemiskinan amat erat kaitannya dengan masalah distribusi pendapatan. Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitas rendah.
Para pembuat kebijakan pembangunan selalu berupaya agar alokasi sumberdaya dapat dinikmati oleh sebagian besar anggota masyarakat, namun karena keberadaan masyarakat amat beragam dan ditambah tingkat kemajuan ekonomi yang tidak mendukung, maka kebijakan tersebut belumlah berhasil memecahkan persoalan kelompok ekonomi ditingkat bawah (Swapna dalam Arsyad 1999).
B.3. Masalah Sosial
Disamping kerusakan lingkungan yang bersifat biofisik terdapat pula kerusakan lingkungan sosial budaya. Orang desa yang bermigrasi ke kota biasanya mempunyai pendidikan yang rendah dan tidak terampil sehingga mereka susah untuk ditampung bekerja dengan upah layak sehingga tidak sedikit dari mereka yang terperangkap kedalam profesi prostitusi. Pengangguran, kurang makan dan prostitusi merupakan media yang subur untuk berkembangnya kejahatan (Soemarwoto, 2001).
Idealnya sebelum aktivitas pembangunan di Pulau Batam berkembang pesat, perlu penyiapan masyarakat lokal baik dalam upaya merebut lapangan kerja, memasarkan produksi dan menangkal dampak negatif dari industrialisasi, karena bagaimanapun juga proses industrialisasi juga memuat problemnya sendiri seperti munculnya penyakit sosial yang terus tumbuh dan berkembang seperti pelacuran, penggunaan narkoba dan perjudian (Bahrum, 1995).
C. Aspek Ekonomi
C.1. Pertumbuhan Ekonomi
Kuncoro (2003), mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang merupakan indikator keberhasilan suatu pembangunan seringkali digunakan untuk mengukur kualitas hidup manusia, sehingga semakin tinggi nilai pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi pula taraf hidup manusia. Sedangkan (Arsyad, 1999) mengatakan bahwa pendapatan per kapita digunakan sebagai indikator pembangunan selain untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi antara negara maju dengan negara sedang berkembang. Dengan kata lain pendapatan per kapita selain bisa memberikan gambaran laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat diberbagai negara juga dapat menggambarkan perubahan corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi diantara berbagai negara.
Arsyad (1999), juga mengatakan bahwa faktor ekonomi juga mempunyai kontribusi yang besar dalam menjadikan suatu kota kecil menjadi kota besar karena pertumbuhan ekonomi suatu kota tentu saja tidak terlepas dari potensi dan aktivitas ekonomi yang berjalan di kota tersebut.
Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Jadi tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk menaikkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas (Irawan dan Suparmoko, 2002).
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong pula tumbuhnya pola hidup yang konsumtif. Kekayaan materi tidak saja untuk memenuhi kepentingan hidup tapi juga menjadi simbol status sosial. Dengan semakin tingginya tingkat konsumsi manusia, makin banyak sumberdaya yang diperlukan untuk menopang pola hidup itu (Soemarwoto, 2001).
Jamaludin, A (1997), mengatakan bahwa perkembangan ekonomi suatu daerah umumnya ditunjukkan oleh indikator ekonomi makro, yaitu perubahan PDRB dari tahun ketahun guna mengetahui pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu daerah, dan kemudian beliau juga berpendapat bahwa perkembangan perekonomian juga akan menyebabkan peningkatan pendapatan dari hasil pajak.
Suatu hal yang mungkin sangat sulit untuk dipisahkan adalah, bahkan mungkin tidak bisa adalah hubungan antara pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu banyak ahli, terutama mereka yang mempunyai pendekatan pertumbuhan (growth) menganggap bahwa pembangunan itu sendiri sesungguhnya adalah pertumbuhan ekonomi (Tjokroamidjojo dalam Khairuddin, 2000).
Pembangunan ekonomi tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi, namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi dari pembangunan tersebut. Ini dapat diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal usaha, perhatian pada sektor informal dan ekonomi lemah (Kuncoro, 2003). Pembangunan ekonomi juga akan menimbulkan multiplier effect terhadap bidang perekonomian lainnya, seperti tumbuhnya industri-industri pendukung, transportasi, jasa-jasa untuk melayani pertumbuhan ekonomi.
C.2. Pemerataan Ekonomi
Kuncoro (2003), menyatakan bahwa proses pembangunan pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namun lebih dari itu pembangunan mempunyai perspektif yang lebih luas. Dalam proses pembangunan selain mempertimbangkan aspek pertumbuhan dan pemerataan juga mempertimbangkan dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Dalam pembangunan di bidang ekonomi, yang harus dimaknai adalah tidak hanya mencakup pertumbuhan ekonomi tetapi juga adanya pemerataan pendapatan (Sumodiningrat, 2001). Dengan demikian pembangunan ekonomi tersebut akan lebih mampu menyinambungkan pembangunan dengan memberikan dampak jangka panjang yang lebih positif.
Ketidakmerataan dalam distribusi pembangunan akan membawa implikasi pada social cost seperti keresahan dan kecemburuan sosial, misalnya pembagian pendapatan yang sangat senjang tidak hanya mempunyai konsekuensi ekonomi tapi juga sosial bahkan fisik. Berbagai upaya pemerataan yang akan diusahakan misalnya melalui redistribution with growth atau redistribution before growth merupakan suatu alternatif yang harus dipilih. Pemerintah tidak boleh hands off. Tanpa campur tangan dan political will yang kuat maka sukar untuk mengarahkan pembangunan merata kesemua daerah. Strategi pembangunan apapun yang dianut suatu negara, maka menggunakan tujuan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seharusnya aspek pemerataan tidak perlu disingkirkan (Pareto dalam Bahrum, 1995).
Salah satu ketimpangan yang terjadi di Indonesia saat ini menurut Kuncoro (2003), bahwa distribusi pendapatan dan hasil pembangunan secara nasional masih belum merata pada setiap daerah. Hal ini memberikan dampak terhadap masyarakat pada suatu daerah yang kurang memperoleh distribusi pendapatan, sehingga menimbulkan perbedaan pertumbuhan antar daerah dan masyarakat tersebut.
Salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Kuncoro, 2003). Ia juga mengatakan kemiskinan amat erat kaitannya dengan masalah distribusi pendapatan. Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitas rendah.
Para pembuat kebijakan pembangunan selalu berupaya agar alokasi sumberdaya dapat dinikmati oleh sebagian besar anggota masyarakat, namun karena keberadaan masyarakat amat beragam dan ditambah tingkat kemajuan ekonomi yang tidak mendukung, maka kebijakan tersebut belumlah berhasil memecahkan persoalan kelompok ekonomi ditingkat bawah (Swapna dalam Arsyad 1999).
Dampak Positif dan Negatif Pariwisata
Dalam kegiatan pariwisata pasti akan
memberikan dampak bagi setiap kalangan yang berkecinampung di dalam pariwisata.
Seperti yang kita ketahui bersama, kegiatan pariwisata dapat memberikan dampak
positif dan negatif bagi yang berkecinampung di dalam kegiatan pariwisata ini
baik dari objek wisatanya, masyarakat sekitar maupun pemerintah daerahnya.
Berikut beberapa dampak positif dan negatif dari kegiatan pariwisata.
Dampak positif dari pariwisata :
1.Pendapatan Tetap
Pariwisata dapat mendatangkan pendapatan tetap yang efeknya dapat berantai.
Salah satunya adalah terciptanya lapangan kerja untuk penduduk setempat. Selain
itu, masyarakat masih bisa memperoleh pendapatan melalui pengeluaran oleh
wisatawan misalnya cinderamata, makanan-minuman, penginapan, atau jasa
pariwisata yang lain.
2.Peningkatan Pelayanan Untuk Masyarakat
Adanya sumber pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pariwisata baik di dalam
maupun luar kawasan lindung dapat memperbaiki dan meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat. Misalnya, masyarakat akan mampu mengakses pelayanan
kesehatan maupun pendidikan dengan lebih baik. Selain itu penerapan pajak
ataupun insentif dapat juga membantu proyek-proyek pembangunan di masyarakat.
Pajak dapat diperoleh dari iuran masuk kawasan ataupun konsesi penggunaan
kawasan. Proyek-proyek masyarakat dapat didanai dari kegiatan pariwisata
berkelanjutan ini seperti mendanai program sekolah yang sedang berjalan ataupun
pembangunan klinik kesehatan baru.
3.Penguatan dan Pertukaran Budaya
Interaksi dengan masyarakat lokal serta tradisi dan budayanya merupakan
sesuatu yang sangat berharga bagi wisatawan, inilah salah satu alasan mereka
berwisata. Begitupun sebaliknya bagi masyarakat lokal, dapat membangun rasa
percaya diri serta bangga terhadap kebudayaan mereka karena tradisi dan
budayanya disukai oleh wisatawan. Peran dan interkasi masyarakat lokal terhadap
wisata dan wisatawan merupakan nilai tambah bagi pariwisata. Namun, kesuksesan
dari proses interaktif ini tergantung kepada masyarakat lokal juga, bagaimana
mereka mengolah proses serta situasi yang ada. Kemahiran berbahasa (untuk
wisatawan asing) serta keramahan dan kehangatan sikap masyarakat lokal menjadi
hal penting untuk upaya ini.
4.Kesadaran Masyarakat Terhadap Konservasi
Sudah menjadi hal umum jika kita biasanya kurang mensyukuri dan manghargai
lingkungan sekitar kita. Hal ini dapat disebabkan karena tiap saat kita hidup
didalamnya sehingga kurang bisa melihat keindahan, keunikan dan nikmat yang
ada. Meskipun pada dasarnya kita dapat memahami kerumitan alam dan peran sumber
daya yang ada di sekitar kita. Ketika orang luar datang dan mengagumi
lingkungan, budaya serta tradisi kita maka akan timbul rasa bangga pada apa
yang kita miliki dan biasanya akan diikuti dengan upaya konservasi. Banyak dari
kita kemudian berusaha untuk melindungi daerah kita serta mengubah pola hidup
yang dapat merusak lingkungan, misalnya kita akan menjaga kebersihan lingkungan,
mengelola kualitas air serta mempelajari budaya dan tradisi kita.
Dampak negatif dari Pariwisata :
1.Rusaknya Lingkungan
Berasal dari jumlah dan perilaku wisatawan yang dapat mengganggu dan
merusak kondisi lingkungan setempat. Berkaitan erat dengan daya dukung
lingkungan dan dapat dikontrol dengan pemberlakuan manajemen pariwisata yang
baik dengan menerapkan batasan perubahan yang dapat diterima. Proses yang
dipakai adalah adaptif aktif. Selalu dapat melihat setiap perubahan yang
terjadi dengan menetapkan kriteria serta indikator yang disesuaikan dengan
tujuan paradigma pariwisata yang dibangun.
2.Ketidakstabilan Ekonomi
Hal ini membuat masyarakat rentan terhadap kondisi pariwisata yang
fluktuatif. Sebagai konsekuensinya, wisatawan dan masyarakat lokal dapat
membayar harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan pelayanan, makanan-minuman,
bahan bakar, penginapan dll.
3.Kepadatan dan Kenyamanan
Terlalu banyaknya wisatawan akan mengganggu kenyamanan wisatawan itu
sendiri dan juga masyarakat yang hidup di daerah tersebut, terutama jika hal
ini terjadi di kawasan lindung.
4.Pembangunan Berlebih
Pembangunan pariwisata jika tidak dikontrol dengan baik dapat mengganggu
kenyamanan dan merusak lingkungan. Pembangunan dalam hal ini bisa dibedakan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pembangunan yang terencana dan pembangunan yang
tidak terencana. Pembangunan terencana misalnya resort, hotel, dermaga, akses
jalan dan fasilitas pendukung wisata lainnya. Mereka sudah menempati ruang dan
jumlah tertentu. Pembangunan yang tidak terencana misalnya rumah-rumah pekerja
industri wisata. Pembangunan tidak terencana biasanya disebabkan oleh
masyakarat yang mencari pekerjaan di sektor wisata. Pembangunan ini seringkali
sewenang-wenang, tidak memperhatikan sanitasi dan kebersihan lingkungan
Sehingga kerap muncul gubuk-gubuk kumuh dan liar di sekitar lokasi
wisata.
5.Pengaturan Dari Pihak Luar Yang Berlebihan
Meskipun hal ini terlihat sebagai penilaian subjektif tapi hal ini juga
telah menjadi pusat perhatian para pemerhati kegiatan pariwisata. Pengusaha
luar biasanya mempunyai pengalaman serta sumber pendanaan yang lebih banyak.
Seringkali dengan pengalaman, pengetahuan serta kekuatan yang mereka miliki
timbul kecenderungan bahwa mereka akan mengatur kegiatan pariwisata dan dapat
menekan orang lokal atau menimbulkan kesan seolah-olah orang lokal hanya
sebagai peran pembantu saja. Hal ini akan berdampak tidak baik bagi kegiatan
pariwisata itu sendiri karena kegiatan pariwisata ini dapat dibenci dan
tidak didukung orang lokal. Diperlukan komunikasi yang baik dan pemerintah
mempunyai peran besar terhadap manajemen pariwisata di suatu kawasan lindung.
6.Kebocoran Secara Ekonomi
Pajak dari sektor pariwisata dapat “bocor” ke tempat atau daerah lain jika
wisatawan lebih memilih membeli barang ataupun memakai jasa-usaha yang dikelola
oleh orang luar (non lokal). Sebenarnya hal ini lumrah dan biasa terjadi di
berbagai tempat wisata dan kita juga tidak bisa menghindarinya. Hal yang perlu
dipikirkan kembali adalah membatasi kebocoran yang terjadi dengan pemberdayaan
masyarakat lokal. Untungnya, banyak wisatawan yang semakin sadar untuk membeli
dan memakai produk lokal jika mereka diberi kesempatan dengan catatan bahwa
barang dan jasa yang ditawarkan dapat bersaing dan bermutu bagus.
7.Perubahan Budaya
Perubahan budaya yang terjadi di masyarakat dapat bersifat positif dan
negatif, tergantung dari mana kita memandangnya. Bagaimanapun masyarakat
biasanya tidak mampu atau tidak diberi kesempatan untuk menentukan apakah
mereka ingin berubah atau tidak. Perubahan akan terjadi dengan begitu saja
tanpa masyarakat menyadarinya. Bagi para wisatawan, ada yang mengharapkan agar
masyarakat tidak berubah tetapi bagi sebagian wisatawan yang lain masyarakat
merupakan target perubahan untuk dipengaruhi. Dilihat dari masyarakat itu
sendiri juga ada beberapa perspektif. Ada masyarakat yang ingin menuju ke arah
modernisasi, ada masyarakat yang ingin mempertahankan gaya hidup serta budaya
mereka tetapi ada juga masyarakat yang tidak peduli dengan perubahan yang
terjadi selama mereka dapat hidup layak.
Komentar
Posting Komentar