Pengantar Pariwisata



PENGANTAR PARIWISATA
Dampak pariwisata terhadap pembangunan daerah dan tumbuhnya sektor lain







Disusun oleh :
Dewi Komalasari
Dini Nuraeni
Fadhilah Ikrima
Nima Siti Fathonah

XI. Busana

SMK NEGERI 2 BALEENDAH
JL.RAA.WIRANATA KUSUMAH NO.11
2015


Pembangunan Daerah

PEMBANGUNAN DAERAH


Definisi Pembangunan Ekonomi
Seringkali istilah pembangunan ekonomi di samakan dengan istilah pertumbuhan ekonomi. Sebenarnya kedua istilah itu memiliki arti yang sedikit berbeda. Kalau pertumbuhan ekonomi lebih mengarah kepada suatu tingkat perkembangan suatu Negara yang diukur melalui presentasi pertambahan pendapatan nasional riil. Maka pembagunan ekonomi ialah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonominya. Dalam hal ini, dalam mengatrikan istilah pembangunan nasional, ahli ekonomi bukan hanya tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil saja tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi. Misalnya masalah pembangunan dan pengembangan daerah misalnya ialah dengan merombak sector pertanian yang tradisional menjadi modern. Dan yang akan dibahas dalam pembahasan kali ini menitik beratkan pada masalah pembangunan daerah.

Definisi Pembangunan Daerah
Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha yan g sistematik dari pelbagai pelaku, baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, social ekonomi dan aspek lingkungan lainnya sehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan. Hal ini dapat ditempuh dengan cara:
·         Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah.
·         Merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah
·         Menyusun konsep straregi bagi pemecahan masalah (solusi)
·         Melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tesedia

Tujuan Pembangunan Daerah
Tujuan dilakukannya pembangunan daerah diantaranya ialah:
·         Mengurangi disparsi atauy ketimpangan pembangunan antara daerah dan sub daerah serta  antara warga masyarakat (pemerataan dan keadilan).
·         Memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan
·         Menciptakan atau menambah lapangan kerja.
·         Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
·         Mempertahankan atau menjaga kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan generasi berkelanjutan.

Masalah Pembangunan Daerah di Negara Berkembang
Beberapa masalah yang menghambat terwujudnya pembangunan di Negara berkembang diantaranya adalah:
·         System pertanian yang masih tradisional
Terbatasnya modal, pengetahuan, infrastruktur pertanian, dan aplikasi teknologi modern dalam kegiatan pertanian menyebabkan sector ini menjadi sangat rendah produktivitasnya dan seterusnya mengakibatkan tingkat pendapatan para petani tidah banyak bedanya tingkat subsisten.

·         Kurangnya Dana Modal dan Modal Fiskal
Kekurangan modal adalah salah satu cirri penting dari setiap negara yang memulai pembangunan.dan kekurangan ini bukan saja mengurangi kepesatan pembangunan perekonomian yang dapat dilaksanakan, tetapi juga menyebabkan kesukaran terhadap Negara tersebut untuk keluar dari keadaan kemiskinan.

·         Peranan Tenaga Terampil dan Berpendidikan
Tersedianya modal saja belum cukup untuk memodernkan suatu perekonomian. Pelaksananya harusa ada. Dengan kata lain dibutuhkan berbagai golongan tenaga kerja yang terdidik.

·         Pesatnya Perkembangan Penduduk
Penduduk yang pesat di suatu Negara juga menjadi penghambat terealisasinya pembangunan nasional. Sehingga yang harus dilakukan adalah menghambat tingkat pertumbuhan penduduk yang pesat tersewbut. Salah satunya ialah dengan mencanangkan program keluarga berencana.



Kebijakan Mempercepat Pembangunan
·         Kebijakan diversifasi kegiatan ekonomi
·         Mengembangkan infrastruktur
·         Meningkatkan tabungan dan investasi
·         Meningkatkan taraf pendidikan masyarakat
·         Mengembangkan institusi yang mendorong pembangunan
·         Merumuskan dan melaksanakan perencanaan ekonomi
Dampak Dampak Pembangunan
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas. Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik maupun biologi (Soemarwoto, 2001). Aktifitas pembangunan akan menghasilkan dampak, baik pada manusia ataupun lingkungan hidup. Dampak terhadap manusia yakni meningkat atau menurunnya kualitas hidup manusia, sedangkan dampak bagi lingkungan yakni meningkat atau menurunnya daya dukung alam yang akan mendukung kelangsungan hidup manusia (Wardhana, 2001).

Identifikasi dampak merupakan langkah yang sangat penting. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengidentifikasi dampak adalah:
a) menyusun berbagai dampak yang menonjol yang diperkirakan akan timbul, dan
b) menuliskan semua aktivitas pembangunan yang menimbulkan dampak sebagai sumber dampak (Fandeli, 2004).

Pembangunan merupakan upaya sadar untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya, guna meningkatkan mutu kehidupan rakyat (Kuncoro, M, 2003). Sedangkan menurut Tadaro dalam (Munir, 2002) menyatakan bahwa pembangunan merupakan proses menuju perbaikan taraf kehidupan masyarakat secara menyeluruh dan bersifat dinamis.

Suatu kota dikembangkan berdasarkan pada potensi yang dimiliki oleh kota tersebut. Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan suatu kekuatan yang terbentuk akibat kedudukan kota dalam konstelasi regional atau wilayah yang lebih luas, sehingga memiliki kemampuan untuk menarik perkembangan dari daerah sekitarnya. Faktor internal adalah kekuatan suatu kota untuk berkembang dan ditentukan oleh keuntungan letak geografis (fungsi kota).

Reksohadiprojo (2001), menyatakan bahwa perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi. Beberapa aspek yang dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan suatu kota, yaitu:
  1. Perkembangan penduduk perkotaan menunjukan pertumbuhan dan intensitas kegiatan kota,
  2. Kelengkapan fasilitas yang disediakan oleh kota dapat menunjukan adanya tingkat pelayanan bagi masyarakatnya,
  3. Tingkat investasi yang hasilnya dapat menunjukan tingkat pertumbuhan kota hanya dapat tercapai dengan tingkat ekonomi yang tinggi.

Perkembangan kota juga dapat ditinjau dari peningkatan aktivitas kegiatan sosial ekonomi dan pergerakan arus mobilitas penduduk kota yang pada gilirannya menuntut kebutuhan ruang bagi permukiman, karena dalam lingkungan perkotaan, perumahan menempati persentase penggunaan lahan terbesar dibandingkan dengan penggunaan lainnya, sehingga merupakan komponen utama dalam pembentukan struktur suatu kota (Yunus, 2000).

A. Aspek Fisik
Dampak dari upaya pengembangan suatu kota yang dilakukan berdasarkan pada peran dan fungsi kota melalui suatu kebijakan pembangunan kota pada aspek fisik dapat meliputi meningkatnya intensitas penggunaan lahan kota, meningkatnya penyediaan sarana dan prasarana kota, serta menurunnya kualitas lingkungan kota (Bintarto dalam Khairuddin, 2000).

A.1. Penggunaan Lahan
Suatu kota yang berdasarkan fungsi ditetapkan sebagai kawasan pengembangan industri melalui kebijakan pengembangan kota, akan membutuhkan lahan yang digunakan sebagai lahan industri, lahan permukiman, lahan untuk sarana dan parasarana kota sebagai pendukung (Jayadinata, 1992).

Sebagai kota industri, lahan untuk industri serta kegiatan pendukungnya harus disediakan dalam bentuk terpusat atau terpisah-pisah. Selaras dengan perkembangan kota dan aktivitas penduduknya maka lahan di kota terpetak-petak sesuai dengan peruntukannya. Jayadinata (1992), mengemukakan bahwa tata guna tanah perkotaan menunjukkan pembagian dalam ruang dan peran kota. Sedangkan menurut Sandy (1977), dikatakan bahwa penggunaan lahan perkotaan diklasifikasikan sebagai berikut: a) lahan permukiman, meliputi perumahan termasuk pekarangan dan lapangan olah raga, b) lahan jasa, meliputi perkantoran pemerintah dan swasta, sekolahan, puskesmas dan tempat ibadah, c) lahan perusahaan yang meliputi pasar, toko, kios dan tempat hiburan, dan d) lahan industri yang meliputi pabrik dan percetakan.

Chappin (1979), menyatakan bahwa pada dasarnya penggunaan lahan berkaitan dengan sistim aktivitas antara manusia (individu dan rumah tangga) dan aktivitas institusi (swasta dan lembaga pemerintah) yang masing-masing berbeda dalam kepentingan sehingga mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan dalam suatu kota. Perkembangan kota secara fisik dapat dicirikan dari pertambahan penduduknya yang semakin padat, bangunan yang semakin rapat dan wilayah terbangun, terutama permukiman yang cenderung meluas, serta lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial ekonomi.

Perkembangan kota menurut Bintarto (dalam Khairuddin, 2000), mempunyai dua aspek pokok yakni aspek yang menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki oleh warga kota dan kemudian menyangkut perluasan kota. Aspek perubahan yang dikehendaki oleh warga kota lebih merupakan pemenuhan kebutuhan prasarana dan fasilitas hidup di kota. Pembangunan perkotaan umumnya sangat menekankan pada segi fisik, seperti  pembangunan prasarana kota dan perluasan wilayah kota.

Faktor yang bersifat ekonomi merupakan penyebab terpenting dari timbulnya urbanisasi dan perkembangan kota. Perkembangan ekonomi di suatu kota akan menimbulkan multi efek terhadap bidang lainnya, seperti tumbuhnya industri pendukung, transportasi, jasa-jasa, perumahan dan fasilitas kota yang kesemuanya membutuhkan ruang yang tidak sedikit Sutanto (1977), menyatakan bahwa penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi: a) lahan permukiman, b) lahan perdagangan/jasa, c) lahan pertanian, d) lahan industri, e) lahan rekreasi, f) lahan ibadah dan g) lahan lainnya.

A.2. Sarana dan Prasarana
Usaha untuk memperbaiki kondisi lingkungan sebagai tempat hidup manusia yang layak akan bertitik tolak pada pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana. Karena kurangnya penyediaan sarana dan prasarana tersebut, maka diperlukan adanya peningkatan dan jumlah sesuai dengan kebutuhan. Sarana dan prasarana tersebut meliputi perumahan, air minum, listrik, fasilitas pendidikan, fasilitas sosial lainnya dan jaringan jalan (Ilhami, 1988).

Menurut Organisation for Economic Coorporation and Development (dalam Sihono, 2003), komponen dari prasarana perkotaan terdiri dari tujuh macam yaitu air bersih, drainase, air kotor/sanitasi, sampah, jalan kota, jaringan listrik dan jaringan telepon dimana tiap-tiap komponen mempunyai karakteristik yang berbeda.

Untuk menunjang kegiatan utama disektor industri, maka pemerintah juga harus menyediakan sarana dan prasarana berupa infrastruktur yang memadai. Muliono (2001), menyatakan bahwa penyediaan sarana dan prasarana yang lengkap berperan penting dalam usaha menarik investasi pada suatu daerah. Prasarana kota tersebut mencakup jaringan jalan, pelabuhan laut, bandara, air bersih, listrik, dan telekomunikasi.

A.3. Lingkungan Hidup
Perkembangan Pulau Batam sebagai daerah industri telah memacu perkembangan kegiatan pembangunan disektor lainnya. Kegiatan tersebut antara lain adalah dengan tumbuh pesatnya kawasan industri, permukiman, perdagangan dan penyediaan fasum serta fasos bagi penduduk Pulau Batam. Wardhana (2001), menyatakan perkembangan industri yang pesat ternyata membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya dapat meningkatkan kualitas hidup manusia namun dampak negatifnya dapat menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup baik manusia maupun lingkungan.

Setiap proses pembangunan tentu akan mempengaruhi keseimbangan lingkungan (Tjahyadi dalam Supriyanta, 2002). Pembangunan yang semakin meningkat akan mendesak sumber daya dan ruang. Akibatnya dalam penggunaan ruang dan lahan untuk kegiatan pembangunan banyak menimbulkan berbagai masalah seperti:
  1. Menurunnya mutu lingkungan hidup karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan daya dukung alam atau pemanfaatan yang berlebihan dan bahkan merusak, baik dalam jangka pendek maupun panjang,
  2. Banyak kawasan yang seharusnya berfungsi lindung dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang mengganggu fungsi lindung tersebut,
  3. Adanya benturan kepentingan dalam penggunaan lahan, karena beberapa pihak sama-sama merasa lebih berhak menggunakan kawasan tersebut,
  4. Adanya perkembangan kota dan permukiman baru yang tak terkendali telah menimbulkan permasalahan di kawasan itu maupun kawasan lain.

Walaupun pembangunan diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah, namun pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan dapat dan telah mempunyai dampak negatif terhadap perobahan rona lingkungan. Pencemaran dan pengrusakan lingkungan adalah dua resiko yang tidak dapat dihindari dalam rangka menjalankan pembangunan. Wardhana (2001),  menyatakan bahwa proses pembangunan dan industrialisasi yang dilaksanakan, secara meluas telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pencemaran lingkungan, polusi udara, kerusakan hutan, pencemaran air, bencana alam dan lain-lain merupakan efek samping dari hasil pembangunan tersebut.

Moeljarto dalam Kuncoro (2003), menjelaskan keberhasilan paradigma pembangunan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat negatif. Momentum pembangunan yang dicapai dengan pengorbanan pada aspek ekologis, penyusutan sumber daya, timbulnya kesenjangan sosial dan tingkat dependensi.

Pertumbuhan kota dengan diiringi penduduk yang besar bagaimanapun akan membutuhkan area yang lebih besar, sehingga akan menimbulkan permasalahan dengan alam. Pembangunan kota harus memperhatikan alam dan lingkungan sebagaimana konsep E. Howard dengan Garden City-nya. Kota besar bukanlah tempat yang cocok untuk tempat tinggal jika persoalan lingkungan diabaikan, karena bagaimanapun alam merupakan unit terpenting bagi kelangsungan aktivitas kota (Salim, 1997).

Dalam pengelolaan lingkungan pandangan kita bersifat antroposentris, yaitu melihat permasalahan dari sudut kepentingan manusia. Walaupun unsur lain juga diperhatikan, namun perhatian itu secara eksplisit dan implisit dihubungkan dengan kepentingan manusia (Soemarwoto, 2001).

Yang mencemaskan adalah bahwa penyusutan luas dan rusaknya hutan nampaknya tidak menimbulkan kerisauan yang mendalam dikalangan masyarakat luas dan terus berjalan, walaupun ada protes dari kalangan tertentu, khususnya LSM (Soemarwoto, 2001). Beliau juga menyatakan bahwa suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa kawasan yang dilindungi umumnya masih dinilai rendah, sekalipun keuntungan semata mata adalah sebanding atau mungkin lebih bila dibandingkan dengan pola penggunaan tanah lainnya.

B. Aspek Sosial
B.1. Penduduk
Pertambahan penduduk biasanya dikaitkan dengan tingginya arus urbanisasi yang masuk kedaerah tersebut. Khairuddin (2000), menyatakan bahwa urbanisasi selain berdampak positif juga berdampak negatif. Dampak positif dari urbanisasi itu diantaranya:
 1) urbanisasi merupakan faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,
 2) urbanisasi merupakan suatu cara untuk menyerap pengetahuan dan kemajuan yang ada di kota,
 3) urbanisasi yang menyebabkan terjadinya perkembangan kota. Urbanisasi juga menimbulkan dampak negatif. Urbanisasi telah menimbulkan kelebihan penduduk sehingga melebihi daya tampung kota. Permasalahan ini akan berkembang pada sektor kehidupan lainnya, seperti perumahan, pencemaran lingkungan, penganguran, kriminalitas dan sebagainya, sehingga menimbulkan persoalan yang semakin rumit dan saling berkaitan satu sama lain.

Tingginya kepadatan penduduk akan menimbulkan masalah daya dukung kota dalam bentuk tidak seimbangnya antara ruang/tanah yang dibutuhkan dengan penduduk yang ada. Masalah permukiman selanjutnya merupakan salah satu sebab timbulnya lingkungan hidup yang tidak sehat, berupa permukiman liar dan perkampungan kumuh (slum).
 Mencirikan daerah slum ini sebagai berikut:

 1) didiami oleh warga kota yang gagal dalam bidang ekonomi,
2) lingkungan yang tidak sehat,
3) banyak didiami oleh penganggur
 4) penduduk daerah ini emosinya tidak stabil, dan
 5) penduduk daerah ini dihinggapi oleh banyak kebiasaan yang bersifat negatif.

Todaro (dalam Kuncoro, 2003), menyatakan bahwa ketimpangan ekonomi antara daerah asal dengan daerah tujuan menjadi penyebab timbulnya migrasi, sehingga terdapat kaitan erat antara migrasi dan aspek ekonomi, khususnya migrasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencari pekerjaan.

Pembangunan telah memunculkan berbagai aktivitas ekonomi ikutan (sektor informal), terutama di wilayah perkotaan dan dampak dari perkembangan tersebut menyebabkan timbulnya permasalahan kependudukan, permukiman, penataaan lingkungan perkotaan dan lahan hijau (Kuncoro, 2003). Apabila permasalahan pembangunan di wilayah perkotaan tergambar dari dampak ikutan dari pembangunan itu sendiri seperti terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi, penyediaan utilitas publik dan lapangan kerja, berkembangnya permukiman liar dan sektor informal yang tidak tertata, degradasi lahan tangkapan air hujan dan ekosistem lainnya, merangsang terjadinya lonjakan angka kriminalitas dan kemungkinan konflik berbasis ekonomi dan sosial.

Ada dua pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penduduk pada pembangunan. Pertama adalah pandangan pesimis yang berpendapat pertumbuhan penduduk yang pesat dapat mendorong terjadinya pengurasan sumberdaya, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran ekologis yang kemudian dapat memunculkan masalah sosial. Kedua adalah pandangan optimis yang berpendapat penduduk adalah aset yang memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan promosi teknologi dan institusional sehingga dapat mendorong perbaikan kondisi sosial (Thomas dalam Kuncoro, 2003).
 Peningkatan jumlah penduduk juga mendorong adanya perluasan investasi karena adanya kebutuhan perumahan yang semakin besar dan juga kebutuhan yang bersifat umum seperti penyedian sarana prasarana serta berbagai fasilitas sosial dan fasilitas umum..

B.2. Tenaga Kerja
Kemajuan pembangunan di Pulau Batam telah memberi dampak positif berupa peluang berusaha yang mempengaruhi pula aspek sosial dan ketenagakerjaan. Sukirno (dalam Khairuddin, 2000) menyatakan bahwa dilihat dari sisi peluang, pertumbuhan ekonomi telah menciptakan banyaknya peluang usaha baru bagi masyarakat. Namun permasalahan juga muncul akibat daya pikat ekonomi yang mendorong migrasi tenaga kerja dari luar yang tidak selalu dibekali keahlian yang memadai.

Arsyad (1999), mengatakan pertambahan penduduk akan menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya pembangunan yang dilakukan karena pertambahan penduduk yang tinggi akan menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan kemampuan dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru sangat terbatas. Keadaan ini akan menyebabkan jumlah pengangguran yang semakin lama semakin serius.



Tood (dalam Bahrum, 1995), menyatakan keberadaan pusat industri pada suatu wilayah perlu memperhatikan berkembangnya lapangan kerja lain (non industri) secara tak langsung karena jumlah tenaga kerja langsung biasanya jauh lebih kecil dari tenaga kerja tak langsung. Ciri tenaga kerja tak langsung tersebut adalah lapangan kerja sektor informal. Untuk itu industrialisasi di Pulau Batam idealnya penciptaan lapangan kerja tidak langsung baru tumbuh apabila terdapat kaitan antara industri baik kaitan ke depan maupun kaitan ke belakang.

B.3. Masalah Sosial
Disamping kerusakan lingkungan yang bersifat biofisik terdapat pula kerusakan lingkungan sosial budaya. Orang desa yang bermigrasi ke kota biasanya mempunyai pendidikan yang rendah dan tidak terampil sehingga mereka susah untuk ditampung bekerja dengan upah layak sehingga tidak sedikit dari mereka yang terperangkap kedalam profesi prostitusi. Pengangguran, kurang makan dan prostitusi merupakan media yang subur untuk berkembangnya kejahatan (Soemarwoto, 2001).

Idealnya sebelum aktivitas pembangunan di Pulau Batam berkembang pesat, perlu penyiapan masyarakat lokal baik dalam upaya merebut lapangan kerja, memasarkan produksi dan menangkal dampak negatif dari industrialisasi, karena bagaimanapun juga proses industrialisasi juga memuat problemnya sendiri seperti munculnya penyakit sosial yang terus tumbuh dan berkembang seperti pelacuran, penggunaan narkoba dan perjudian (Bahrum, 1995).

C. Aspek Ekonomi
C.1. Pertumbuhan Ekonomi
Kuncoro (2003), mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang merupakan indikator keberhasilan suatu pembangunan seringkali digunakan untuk mengukur kualitas hidup manusia, sehingga semakin tinggi nilai pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi pula taraf hidup manusia. Sedangkan (Arsyad, 1999) mengatakan bahwa pendapatan per kapita digunakan sebagai indikator pembangunan selain untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi antara negara maju dengan negara sedang berkembang. Dengan kata lain pendapatan per kapita selain bisa memberikan gambaran laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat diberbagai negara juga dapat menggambarkan perubahan corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi diantara berbagai negara.

Arsyad (1999), juga mengatakan bahwa faktor ekonomi juga mempunyai kontribusi yang besar dalam menjadikan suatu kota kecil menjadi kota besar karena pertumbuhan ekonomi suatu kota tentu saja tidak terlepas dari potensi dan aktivitas ekonomi yang berjalan di kota tersebut.

Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Jadi tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk menaikkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas (Irawan dan Suparmoko, 2002).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong pula tumbuhnya pola hidup yang konsumtif. Kekayaan materi tidak saja untuk memenuhi kepentingan hidup tapi juga menjadi simbol status sosial. Dengan semakin tingginya tingkat konsumsi manusia, makin banyak sumberdaya yang diperlukan untuk menopang pola hidup itu (Soemarwoto, 2001).

Jamaludin, A (1997), mengatakan bahwa perkembangan ekonomi suatu daerah umumnya ditunjukkan oleh indikator ekonomi makro, yaitu perubahan PDRB dari tahun ketahun guna mengetahui pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu daerah, dan kemudian beliau juga berpendapat bahwa perkembangan perekonomian juga akan menyebabkan peningkatan pendapatan dari hasil pajak.

Suatu hal yang mungkin sangat sulit untuk dipisahkan adalah, bahkan mungkin tidak bisa adalah hubungan antara pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu banyak ahli, terutama mereka yang mempunyai pendekatan pertumbuhan (growth) menganggap bahwa pembangunan itu sendiri sesungguhnya adalah pertumbuhan ekonomi (Tjokroamidjojo dalam Khairuddin, 2000).

Pembangunan ekonomi tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi, namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi dari pembangunan tersebut. Ini dapat diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal usaha, perhatian pada sektor informal dan ekonomi lemah (Kuncoro, 2003). Pembangunan ekonomi juga akan menimbulkan multiplier effect terhadap bidang perekonomian lainnya, seperti tumbuhnya industri-industri pendukung, transportasi, jasa-jasa untuk melayani pertumbuhan ekonomi.

C.2. Pemerataan Ekonomi
Kuncoro (2003), menyatakan bahwa proses pembangunan pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namun lebih dari itu pembangunan mempunyai perspektif yang lebih luas. Dalam proses pembangunan selain mempertimbangkan aspek pertumbuhan dan pemerataan juga mempertimbangkan dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat.

Dalam pembangunan di bidang ekonomi, yang harus dimaknai adalah tidak hanya mencakup pertumbuhan ekonomi tetapi juga adanya pemerataan pendapatan (Sumodiningrat, 2001). Dengan demikian pembangunan ekonomi tersebut akan lebih mampu menyinambungkan pembangunan dengan memberikan dampak jangka panjang yang lebih positif.

Ketidakmerataan dalam distribusi pembangunan akan membawa implikasi pada social cost seperti keresahan dan kecemburuan sosial, misalnya pembagian pendapatan yang sangat senjang tidak hanya mempunyai konsekuensi ekonomi tapi juga sosial bahkan fisik. Berbagai upaya  pemerataan yang akan diusahakan misalnya melalui redistribution with growth atau redistribution before growth merupakan suatu alternatif yang harus dipilih. Pemerintah tidak boleh hands off. Tanpa campur tangan dan political will yang kuat maka sukar untuk mengarahkan pembangunan merata kesemua daerah. Strategi pembangunan apapun yang dianut suatu negara, maka menggunakan tujuan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seharusnya aspek pemerataan tidak perlu disingkirkan (Pareto dalam Bahrum, 1995).

Salah satu ketimpangan yang terjadi di Indonesia saat ini menurut Kuncoro (2003), bahwa distribusi pendapatan dan hasil pembangunan secara nasional masih belum merata  pada setiap daerah. Hal ini memberikan dampak terhadap masyarakat pada suatu daerah yang kurang memperoleh distribusi pendapatan, sehingga menimbulkan perbedaan pertumbuhan antar daerah dan masyarakat tersebut.

Salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Kuncoro, 2003). Ia juga mengatakan kemiskinan amat erat kaitannya dengan masalah distribusi pendapatan. Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitas rendah.

Para pembuat kebijakan pembangunan selalu berupaya agar alokasi sumberdaya dapat dinikmati oleh sebagian besar anggota masyarakat, namun karena keberadaan masyarakat amat beragam dan ditambah tingkat kemajuan ekonomi yang tidak mendukung, maka kebijakan tersebut belumlah berhasil memecahkan persoalan kelompok ekonomi ditingkat bawah (Swapna dalam Arsyad 1999).
Dampak Positif dan Negatif Pariwisata

      Dalam kegiatan pariwisata pasti akan memberikan dampak bagi setiap kalangan yang berkecinampung di dalam pariwisata. Seperti yang kita ketahui bersama, kegiatan pariwisata dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi yang berkecinampung di dalam kegiatan pariwisata ini baik dari objek wisatanya, masyarakat sekitar maupun pemerintah daerahnya. Berikut beberapa dampak positif dan negatif dari kegiatan pariwisata.

Dampak positif dari pariwisata :
1.Pendapatan Tetap
Pariwisata dapat mendatangkan pendapatan tetap yang efeknya dapat berantai. Salah satunya adalah terciptanya lapangan kerja untuk penduduk setempat. Selain itu, masyarakat masih bisa memperoleh pendapatan melalui pengeluaran oleh wisatawan misalnya cinderamata, makanan-minuman, penginapan, atau jasa pariwisata yang lain.

2.Peningkatan Pelayanan Untuk Masyarakat
Adanya sumber pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pariwisata baik di dalam maupun luar kawasan lindung dapat memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Misalnya, masyarakat akan mampu mengakses pelayanan kesehatan maupun pendidikan dengan lebih baik. Selain itu penerapan pajak ataupun insentif dapat juga membantu proyek-proyek pembangunan di masyarakat. Pajak dapat diperoleh dari iuran masuk kawasan ataupun konsesi penggunaan kawasan. Proyek-proyek masyarakat dapat didanai dari kegiatan pariwisata berkelanjutan ini seperti mendanai program sekolah yang sedang berjalan ataupun pembangunan klinik kesehatan baru.

3.Penguatan dan Pertukaran Budaya
Interaksi dengan masyarakat lokal serta tradisi dan budayanya merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi wisatawan, inilah salah satu alasan mereka berwisata. Begitupun sebaliknya bagi masyarakat lokal, dapat membangun rasa percaya diri serta bangga terhadap kebudayaan mereka karena tradisi dan budayanya disukai oleh wisatawan. Peran dan interkasi masyarakat lokal terhadap wisata dan wisatawan merupakan nilai tambah bagi pariwisata. Namun, kesuksesan dari proses interaktif ini tergantung kepada masyarakat lokal juga, bagaimana mereka mengolah proses serta situasi yang ada. Kemahiran berbahasa (untuk wisatawan asing) serta keramahan dan kehangatan sikap masyarakat lokal menjadi hal penting untuk upaya ini. 

4.Kesadaran Masyarakat Terhadap Konservasi
Sudah menjadi hal umum jika kita biasanya kurang mensyukuri dan manghargai lingkungan sekitar kita. Hal ini dapat disebabkan karena tiap saat kita hidup didalamnya sehingga kurang bisa melihat keindahan, keunikan dan nikmat yang ada. Meskipun pada dasarnya kita dapat memahami kerumitan alam dan peran sumber daya yang ada di sekitar kita. Ketika orang luar datang dan mengagumi lingkungan, budaya serta tradisi kita maka akan timbul rasa bangga pada apa yang kita miliki dan biasanya akan diikuti dengan upaya konservasi. Banyak dari kita kemudian berusaha untuk melindungi daerah kita serta mengubah pola hidup yang dapat merusak lingkungan, misalnya kita akan menjaga kebersihan lingkungan, mengelola kualitas air serta mempelajari budaya dan tradisi kita. 

Dampak negatif dari Pariwisata :

1.Rusaknya Lingkungan
Berasal dari jumlah dan perilaku wisatawan yang dapat mengganggu dan merusak kondisi lingkungan setempat. Berkaitan erat dengan daya dukung lingkungan dan dapat dikontrol dengan pemberlakuan manajemen pariwisata yang baik dengan menerapkan batasan perubahan yang dapat diterima. Proses yang dipakai adalah adaptif aktif. Selalu dapat melihat setiap perubahan yang terjadi dengan menetapkan kriteria serta indikator yang disesuaikan dengan tujuan paradigma pariwisata yang dibangun.

2.Ketidakstabilan Ekonomi
Hal ini membuat masyarakat rentan terhadap kondisi pariwisata yang fluktuatif. Sebagai konsekuensinya, wisatawan dan masyarakat lokal dapat membayar harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan pelayanan, makanan-minuman, bahan bakar, penginapan dll.

3.Kepadatan dan Kenyamanan
Terlalu banyaknya wisatawan akan mengganggu kenyamanan wisatawan itu sendiri dan juga masyarakat yang hidup di daerah tersebut, terutama jika hal ini terjadi di kawasan lindung. 

4.Pembangunan Berlebih
Pembangunan pariwisata jika tidak dikontrol dengan baik dapat mengganggu kenyamanan dan merusak lingkungan. Pembangunan dalam hal ini bisa dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pembangunan yang terencana dan pembangunan yang tidak terencana. Pembangunan terencana misalnya resort, hotel, dermaga, akses jalan dan fasilitas pendukung wisata lainnya. Mereka sudah menempati ruang dan jumlah tertentu. Pembangunan yang tidak terencana misalnya rumah-rumah pekerja industri wisata. Pembangunan tidak terencana biasanya disebabkan oleh masyakarat yang mencari pekerjaan di sektor wisata. Pembangunan ini seringkali sewenang-wenang, tidak memperhatikan sanitasi dan kebersihan lingkungan
Sehingga kerap muncul gubuk-gubuk kumuh dan liar di sekitar lokasi wisata. 

5.Pengaturan Dari Pihak Luar Yang Berlebihan
Meskipun hal ini terlihat sebagai penilaian subjektif tapi hal ini juga telah menjadi pusat perhatian para pemerhati kegiatan pariwisata. Pengusaha luar biasanya mempunyai pengalaman serta sumber pendanaan yang lebih banyak. Seringkali dengan pengalaman, pengetahuan serta kekuatan yang mereka miliki timbul kecenderungan bahwa mereka akan mengatur kegiatan pariwisata dan dapat menekan orang lokal atau menimbulkan kesan seolah-olah orang lokal hanya sebagai peran pembantu saja. Hal ini akan berdampak tidak baik bagi kegiatan pariwisata itu sendiri karena kegiatan pariwisata ini dapat  dibenci dan tidak didukung orang lokal. Diperlukan komunikasi yang baik dan pemerintah mempunyai peran besar terhadap manajemen pariwisata di suatu kawasan lindung.

6.Kebocoran Secara Ekonomi
Pajak dari sektor pariwisata dapat “bocor” ke tempat atau daerah lain jika wisatawan lebih memilih membeli barang ataupun memakai jasa-usaha yang dikelola oleh orang luar (non lokal). Sebenarnya hal ini lumrah dan biasa terjadi di berbagai tempat wisata dan kita juga tidak bisa menghindarinya. Hal yang perlu dipikirkan kembali adalah membatasi kebocoran yang terjadi dengan pemberdayaan masyarakat lokal. Untungnya, banyak wisatawan yang semakin sadar untuk membeli dan memakai produk lokal jika mereka diberi kesempatan dengan catatan bahwa barang dan jasa yang ditawarkan dapat bersaing dan bermutu bagus.

7.Perubahan Budaya
Perubahan budaya yang terjadi di masyarakat dapat bersifat positif dan negatif, tergantung dari mana kita memandangnya. Bagaimanapun masyarakat biasanya tidak mampu atau tidak diberi kesempatan untuk menentukan apakah mereka ingin berubah atau tidak. Perubahan akan terjadi dengan begitu saja tanpa masyarakat menyadarinya. Bagi para wisatawan, ada yang mengharapkan agar masyarakat tidak berubah tetapi bagi sebagian wisatawan yang lain masyarakat merupakan target perubahan untuk dipengaruhi. Dilihat dari masyarakat itu sendiri juga ada beberapa perspektif. Ada masyarakat yang ingin menuju ke arah modernisasi, ada masyarakat yang ingin mempertahankan gaya hidup serta budaya mereka tetapi ada juga masyarakat yang tidak peduli dengan perubahan yang terjadi selama mereka dapat hidup layak.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan kunjungan Mengunjungi Anjungan Aceh di TMII